Minggu, 02 Agustus 2015

Edisi Jaga Kampung (3) : Tugas Jaga Di Hari Idul Fitri




         Idul Fitri tahun 2015 ini disepakati oleh pemerintah diperingati pada hari Jumat, 17 April 2015. Semua warga komplek yang Muslim dan masih bertahan di perumahan, sepagi itu berbondong-bondong menuju Masjid yang terletak di Blok M. Saya yang pagi ini harus berjaga lagi, hampir saja bangun kesiangan. Bagaimana tidak kesiangan, saya baru tidur sekitar pkl. 04.00 usai jaga bersama Pak Sul semalam.

            Jadwal jaga sudah diatur sedemikian rupa. Kami bertiga kebagian tugas masing-masing sebanyak tujuh kali. Mengingat jumlah personel hanya bertiga maka mau tak mau ada yang berjaga dobel pada siang dan malam harinya. Dalam jadwal pagi ini pun saya harus berjaga lagi, walaupun semalam sudah begadang sampai dini hari. Mungkin yang kali ini jadwal toleransi karena setiap waktunya Salat Idul Fitri saya yang kebagian tugas jaga. Tidak apa, semua demi keamanan dan kenyamanan bersama.

            Saya parkir sepeda motor di perempatan tikungan sambil mengawasi komplek perumahan khususnya RT 17 yang sedang ditinggal warganya untuk sembahyang. Tidak terlalu banyak warga yang sembahyang di sini dibandingkan tahun lalu. Hal ini mengingat sudah banyak warga yang memilih beribadah di kampung halaman masing-masing. Setelah suasana makin sepi saya pun berkeliling ke seluruh wilayah yang menjadi lingkup komplek RT 17 RW 06 ini. Bagaimana pun juga segala situasi dan kondisi harus diantisipasi dengan baik.

            Di sebuah rumah yang terletak di ujung pertigaan di bawah pohon tampak seorang remaja duduk di atas sepeda motornya. Saya mendekati remaja tersebut sambil bertanya “Kamu anak mana...?”. Saya mengajukan pertanyaan tersebut karena saya tidak mengenali dia sebagai warga lingkungan kami. Dia pun menjawab “Saya tinggal di Blok X-10....”. Saat itu terlihat tangannya memainkan sebuah telepon pintar berwarna putih. Saya pun bertanya lagi dengan agak jengkel “Kamu ngapain di sini...?”. Remaja pria ini pun kembali menjawab “Main game, pak...”. Tak pakai lama segera saya menyuruh dia pergi “Kalau sudah tidak ada keperluan, segera pulang saja...Saya bertugas keamanan di sini. Kamu bisa saya curigai kalau terjadi sesuatu...”. Segera anak muda ini pun segera meninggalkan lokasi. Bagaimana tidak curiga, rumahnya jauh di blok X, sementara dia duduk tidak jelas di lingkungan blok F.

            Salat Ied pun usai. Warga sudah kembali ke rumah masing-masing dengan wajah yang tersenyum riang. Beberapa ada yang sudah mulai menghampiri tetangga satu dengan lainnya untuk saling berjabat mengucapkan selamat hari raya Idul Fitri. Sementara beberapa lagi memilih untuk berganti baju terlebih dulu sambil menyiapkan hidangan untuk tamu yang akan berkunjung. Di balik tetangga yang bergembira merayakan hari raya, ada juga Bu Sam yang bersedih karena harus berlebaran sendirian. Suaminya masih dalam posisi pelayaran di Dumai, sementara kakak sulungnya yang menjadi jujukan tiap lebaran sudah meninggal dunia bulan April yang lalu.

            Secara keseluruhan kondisi dalam wilayah RT 17 sampai hari itu aman terkendali. Hanya saja masih ada saja anak dari kampung lain yang iseng bin sengaja putar-putar masuk blok demi blok dengan tujuan yang tidak jelas. Sebagaimana siang itu saya menjumpai seorang anak yang mengendarai motor sambil merokok masuk ke wilayah blok kami. Padahal sudah jelas beberapa akses jalan ditutup dengan kayu penghalang, tapi dia masih mencoba mengelilingi gang demi gang. Mungkin mencoba melihat situasi komplek yang sepi dan lengang. Biasanya anak yang seperti ini bukan warga perumahan, namun warga luar yang sengaja melihat situasi perumahan yang ditinggal mudik oleh sebagian penghuninya. Kalau sudah begini tidak ada cara lain selain memintanya untuk keluar dan meninggalkan wilayah komplek kami.

            Pagi sekitar jam 07.30, saat warga sudah selesai menjalankan ibadah Idul Fitri saya melihat Bu Edy yang tinggal di depan rumah beranjak pergi dengan menyewa sebuah taksi biru berlambang burung. Bu Edy rupanya bersiap menuju bandara Juanda bersama seorang adik iparnya. Mereka akan menuju Belitung untuk berlibur, menyusul Pak Edy yang sudah terlebih dulu berangkat beberapa hari sebelumnya. Beberapa tetangga pun sudah menyampaikan pesan untuk berhati-hati dalam perjalanan. Keluarga Pak Sukari yang ada di sebelah Bu Edy pun saat itu juga bersiap menuju Kota Gresik untuk berlebaran di sana. Bu Sum bersama ketiga anaknya juga hendak berangkat ke Pasuruan. Komplit sepi komplek kami di hari pertama Idul Fitri.

            Siang hari, saya berjumpa dengan Isa, petugas RW yang membawa map absensi petugas jaga. Dia rupanya berkeliling mencari petugas jaga di RT 17, sementara RT lain sudah ditanda tangan. Saya sengaja kalau siang tidak ngepos, lebih baik kalau keliling. Kalau siang terasa panas jadi agak malas kalau dibuat ngepos. Hari sudah makin terik, saya memutuskan untuk pulang dan beristirahat karena situasi sudah cukup aman. Namun sedikit terkejut ketika di depan rumah berhenti sebuah taksi dengan nama pengelola koperasi dari Bandara Juanda.

            Saat saya amati ternyata Bu Edy dan adiknya turun dari taksi berwarna biru itu. Segera saya bertanya pada adik iparnya yang dijawab “Bandaranya ditutup....”. Segera saya ingat berita di televisi semalam yang menyatakan bahwa beberapa Bandara di Jawa Timur terpaksa ditutup karena terimbas abu Gunung Raung di Banyuangi. Bandara yang terpaksa tutup yaitu di Malang, Jember dan terutama Bandara Juanda Surabaya. Mungkin Bu Edy ini termasuk yang memilih opsi untuk refund sehingga pulang kembali ke rumah.

            Ternyata, di sela waktu liburan ini ada yang gembira, sedih juga ada yang kecewa karena batal mewujudkan liburan yang sudah direncanakan. Kalau sudah begini ya mau bagaimana lagi, namanya juga kondisi alam yang serba tidak menentu...

( Okky T. Rahardjo, 085645705091, 518CC94A )


Tidak ada komentar:

Posting Komentar