Rabu, 21 Januari 2015

Kenangan di RSUD Dr. Soedono Madiun (2) : Televisi Ruang Melati


            Di depan ruang Melati kamar III D terdapat sebuah televisi yang menggantung di atas tembok. Televisi ini terletak persis di atas ruang Spoel Hoek yaitu tempat membersihkan kotoran hasil menangani pasien. Ruang spoel hoek ini kerap kali digunakan pula oleh keluarga pasien untuk membersihkan peralatan pribadi mereka semacam piring, gelas, dot dan sebagainya. Televisi yang menggantung di atas menjadi hiburan tersendiri bagi keluarga yang menunggu pasien yang dirawat. Mengingat televisi ini berada di tempat yang menjadi pertemuan beberapa kamar di ruang Melati ini, maka banyak pula orang yang memanfaatkan untuk mengisi waktu dengan menyaksikan tayangan yang ada di televisi.

            Pada malam pertama saat Nara masuk perawatan di ruangan ini, masih belum terlalu banyak pihak yang memanfaatkan menonton tayangan televisi. Dalam ruangan Melati ini televisi hanya tersedia dua buah. Yang pertama di ruang depan tempat berkumpulnya para perawat yaitu dekat ruang eksekusi. Yang kedua ya di pertemuan berbagai kamar di ruang Melati ini. Pada malam hari menjelang pkl. 24.00, seluruh akses keluar masuk ruang Melati terkunci. Saat itu para perawat yang kebanyakan perempuan tidur di ruang depan yang menjadi pusat administrasi dan penanganan pertama pasien. Ayah yang masih belum terlalu mengtantuk mencoba untuk menahan mata dengan menyaksikan tayangan berita di sebuah televisi swasta.

            Saat itu hanya ada seorang bapak berkopiah bundar yang duduk menghadap siaran berita yang ditayangkan oleh stasiun televisi milik pengusaha asal Aceh. Ayah mencoba menemani bapak itu sambil mengikuti pula perkembangan berita yang sedang menghangat. Saat itu siaran berita sedang meliput mengenai pelaksanaan hukuman mati terhadap enam narapaidana kasus narkotika. Bapak tadi penasaran ingin melihat tayangan langsung pelaksanaan hukuman tembak yang sedianya dilakukan tengah malam itu. Namun hal itu tidak mungkin akan disaksiikannya mengingat eksekusi hukuman mati tidak akan ditayangkan secara terbuka. Setelah ayah sempat menjelaskan perihal itu, sekilas bapak tadi tampak kecewa karena dari tadi dia ingin menyaksikan pelaksanaan eksekusi. Ya ampun, pak..’ga mungkin lah disiarkan langsung adegan orang ditembak di depan umum. Yang ada ya, kita tiba-tiba taunya mereka sudah meninggal ‘gitu aja…

            Namun kekhusyukan menyaksikan tayangan televisi seperti pada malam pertama ini tampaknya tidak terulang pada hari berikutnya. Hal ini dikarenakan pada hari minggu malam masuklah seorang pasien baru yang menempati ruang televisi itu. Kapasitas dalam ruangan Melati sudah terlalu penuh. Empat  kamar yang disediakan untuk pasien sudah tidak memadai lagi. Di ruangan tempat Nara menginap sudah dihuni oleh enam pasien yang masing-masing tiga tempat tidur saling berhadapan membujur antara timur dan barat. Datangnya dua pasien tambahan tentu membuat mereka tidak bisa masuk ke dalam kamar. Sambil tetap terbaring di atas brankar, dua pasien itu tidur di ruang televisi yang secara tidak langsung berarti tidur di tempat yang menjadi perlintasan lalu lalang orang yang berkepentingan di situ.

            Adanya penghuni tambahan membuat acara nonton televisi tidak lagi “sakral”, mengingat meja yang menjadi tempat berkumpul para penunggu sudah disingkirkan supaya penghuni baru bisa mendapatkan tempat yang lebih longgar. Namun keseruan nonton televisi kembali terjadi kala siaran televisi menayangkan acara sepak bola liga SCM. Saat itu yang sedang ditayangkan adalah pertandingan Persebaya melawan Persija. Beberapa pertandingan lain yang ditayangkan pun sempat mencuri perhatian para bapak yang sedang menyediakan waktu untuk menunggu putra dan putrinya yang masih tinggal dirawat dalam ruang Melati.


( Okky T. Rahardjo, 085645705091, okkie_rahardjo@yahoo.com, 518CC94A )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar