Rabu, 26 Maret 2014

Dua Puluh Tujuh Tahun Yang Lalu ...



 
Akhir Maret 1987. Jarum jam seolah berdetak lambat. Berkejar menuju waktu yang tiada satu pun dapat mengganggu. Walaupun  tiada satu orang pun mau menunggu. Semua seakan menanti sebuah ujung yang tak menentu.

Di sebuah kamar sebuah rumah sakit, seorang pria tergolek tak berdaya. Pria itu seakan menanti sebuah jawaban yang tak pasti. Harapan yang tak tahu kapan akan terbukti. Satu per satu rekan, sahabat dan saudara datang menghampiri. Semangat dan doa telah berkali-kali dihaturkan. Demi datangnya sebuah harapan.

Pria itu bernama Tonny Koeswoyo. Seorang pejuang musik Indonesia yang sedang bergelut melawan penyakit. Sudah sekitar seminggu lebih, dia terbaring lemas mempertahankan hidup yang seakan enggan berlama-lama hinggap di raganya. Beberapa penggemar silih berganti menanyakan kondisi terakhir sang maestro. Saat itu kondisi kesehatan beliau sangat memprihatinkan. Selimut tebal menutupi tubuhnya yang sudah tinggal kulit membungkus tulang. Demikian parah yang beliau derita, hingga tim medis perlu membuatkan lubang di perut sebagai saluran pembuangan kotoran. Sedih melihat kondisi beliau saat itu.

Sebuah media cetak sempat menggambarkan kondisi beliau saat itu yang terbaring dengan tersungging senyuman menghiasai bibirnya, didampingi John Koeswoyo sang kakak. John sempat berkisah bahwa di bawah tempat tidur terdapat sebuah ember yang siap menampung darah yang selalu mengucur deras dari tubuh mungil Tonny Koeswoyo. Tak tahan hati ini membayangkan bagaimana beliau menahan sakit.

Beberapa penggemar sempat menanyakan kepada sang adik mengenai kondisi terakhir sang kakak. Saat itu Yon Koeswoyo dengan lugas member jawaban melalui sebuah perumpamaan yang mengena “ setiap orang tentu berharap yang terbak untuk Tonny Koeswoyo..namun harus siap untuk kondisi yang terburuk. Sebagaimana saat Ellyas Pical yang bertanding melawan Khaosai Galaxy di Jakarta. Semua tentu menginginkan Elly menang di kandang sendiri..Namun kalau Tuhan berkehendak lain, siapa yang bisa menolak…”.

 Januari 1987, Ellyas Pical memang bertanding melawan Khaosai Galaxy petinju asal Thailand di Istora Senayan. Semua mengharapkan Ellyas Pical sebagai petinju tuan rumah memenangkan pertandingan, namun kenyataan dia harus tunduk di ronde ke-14. Gelar juara pun harus direbut dari tangannya. Kita tahu, sejak saat itu Ellyas Pical pun mulai merosot pamornya. Melalui perumpamaan tersebut, Yon Koeswoyo menyatakan bahwa kita boleh saja berdoa dan optimis untuk kesembuhan Tonny Koeswoyo, namun kalau Tuhan berkehendak lain, kita tentu harus tunduk. Ucapan itu disampaikan oleh Yon Koeswoyo di hadapan penggemar yang mengunjunginya pada 22 Maret 1987.

John pun dalam perenungan pribadinya harus meyakinkan diri sendiri bahwa dia harus rela bila sang adik pada akhirnya harus berpulang. Sebuah mimpi yang menguatkan hal itu pernah menghampiri tidur malamnya. Pada  akhirnya dia sempat berucap lirih pada Tonny yang tergeletak di ranjang rumah sakit “ Ton, kalau kamu mau memang mau pergi..saya ikhlas, pergilah…”.

Dalam sebuah kesempatan, Nomo Koeswoyo pun sempat berujar sekali pun kakaknya pernah mengeluarkan dirinya dari Koes Bersaudara dia tidak dendam sedikit pun. Bahkan beliau bangga mampu memberikan sumbangsih yang tidak sedikit demi perawatan kakak tercintanya itu. Murry yang hampir setiap hari menjenguk, tampak tidak bisa menyembunyikan kegelisahannya tatkala menjumpai seniornya dalam bermusik itu harus mengalami kesakitan. Yok Koeswoyo yang kebagian menerima beberapa tamu, termasuk kehadiran personel Usman Bersaudara pun beberapa kali menangkap adanya firasat buruk dari kakaknya. Semua tampaknya harus siap menerima kondisi yang terburuk.

Rumah sakit Setia Mitra yang terletak di Bilangan Fatmawati Jakarta Selatan, menjadi saksi bisu adanya seorang seniman besar Indonesia yang sedang meregang nyawa menanti ajal menjemput. Penantian itu pun berakhir kala hari menuju Jumat tanggal dua puluh tujuh maret seribu sembilan ratus delapan puluh tujuh. Sekitar pukul dua puluh tiga. Sebuah tarikan nafas terakhir menghantar kepergian Tonny Koeswoyo yang sedang tertidur, menuju ke pangkuan Tuhan Yang Menyayanginya. 

Isak tangis keluarga mengiringi tidur panjangnya. Namun semua tetap sunyi. Tidak ada kehebohan berita besar yang mengikuti selain guncangan di dalam hati penggemar yang ditinggalkannya. Malam itu semua berakhir. Tidak ada lagi Nyanyian Malam yang akan didendangkan. Tidak ada lagi Rata-Rata yang disuarakannya. Hanya keroncong Pertemuan mengiring berita kematiannya. Semua lenyap diiring kegelapan malam.

Hari ini, tangis kami penggemarmu masih sama seperti saat engkau pertama kali meninggalkan kami dua puluh tujuh tahun lalu.

Selamat jalan Tonny Koeswoyo, tenanglah kau di alam sana.
( Okky T. Rahardjo, penggemar Koes Plus dari Surabaya - 085645705091 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar