Senin, 15 Juli 2013

Selamat Ulang Tahun, Gombloh ...


      
          Bila menyebutkan nama Sujarwoto Sumarsono, tentu anak-anak muda era millennium akan mengernyitkan dahi sambil menerka siapa yang dimaksud. Namun bila kita menyebutkan nama Gombloh, saya yakin konotasi kita akan tertuju pada satu tokoh itu. Ya seribu julukan dan nama Gombloh boleh disandang oleh masyarakat Jawa namun kita tetap tidak bisa meluputkan diri dari figur seorang musisi fenomenal asal kota Surabaya ini.

                Gombloh dalam perjalanan kariernya menurut saya terbagi atas dua fase. Fase yang pertama yaitu ketika dia menapaki karier bersama grupnya yang bernama Lemon Tree’s. Bersama grup ini Gombloh memulai perjalanan kariernya sebagai seorang musisi. Jiwa seninya sempat ter pendam sekian waktu, mengingat saat itu orang tuanya menghendaki dia menempuh pendidikan formal selepas lulus SMA. Ketika pada akhirnya jiwa seni itu semakin membuncah dan tidak dapat diabaikan lagi, Gombloh mengajak beberapa rekannya untuk membentuk sebuah band. Jadilah Lemon Tree’s hadir meramaikan jagad hiburan di kota Surabaya.

                Gombloh pada fase ini muncul sebagai sosok pemuda berambut panjang sedikit berombak, bila tidak bisa disebut keriting. Dia benar-benar muncul sebagai ikon kebebasan anak muda. Figur yang menyuarakan kebebasan dalam berekspresi di dunia seni. Keberadaan Gombloh saat itu cenderung berani dan nakal khas anak muda saat itu. Bebas menyuarakan lagu-lagu yang kritis tanpa harus takut diberangus oleh siapa pun. Mungkin itulah kelebihan musisi-musisi asal kota Surabaya saat itu. Apalagi ditunjang adanya perusahaan rekaman yang juga bercokol di bumi Pahlawan ini, beberapa seniman asal kota Surabaya lebih berani bersuara karena jauh dari pusat kekuasaan di ibu kota. 

                Lemon Tree’s sendiri resminya bernama Lemon Tree’s Anno ’69 karena didirikan pada tahun 1969 dengan formasi awal yaitu : Wisnu Padma (piano, vokal), Gatot (gitar), Tuche (bas gitar), Totok (drum), Lorena (vokal) , Reny C. (vokal), dan Ais (vokal). Serta Gombloh sendiri pada lead vokal dan gitar. Keberanian Gombloh terlihat pada lirik-liriknya yang unik dan cenderung menghindari arus lagu-lagu cinta yang mainstream saat itu. Lagu-lagu yang diciptakan saat itu banyak bermuatan kritik sosial terhadap laju kota Surabaya, kebanggaan pada bangsa Indonesia dan kekaguman pada alam semesta ini. Lagu populer yang kita ingat diantaranya adalah Kebyar-Kebyar dan Berita Cuaca. Salah satu kata yang fenomenal dan nakal namun menggelitik adalah pada sebuah lagu yang bertajuk “Tahi Kucing Rasa Coklat”. Nah, pasti pernah dengar kata tersebut kan…

                Walaupun didirikan pada tahun 1969, Lemon Tree’s merekam debut albumnya pada tahun 1978. Dalam perjalanannya, sejumlah musisi tercatat pernah tergabung dengan grup yang pernah berkiprah di Jember ini. Sederet nama kondang macam Wahid Ajie (C’Blues), Murry (Koes Plus), Leo Kristi dan Franky Sahilatua pernah mewarnai band ini dalam awal perjalanan karier mereka. Sebuah album jawa nyentrik berjudul Sekar Mayang pernah direkam oleh grup ini pada tahun 1981. 

                Fase kedua perjalanan karier Gombloh adalah ketika dia bersolo karier. Semua berawal pada tahun 1983, dengan sebuah album pop eksentrik yang berjudul “Gila”. Pada album yang direkam secara live studio ini Gombloh mulai menancapkan tajinya sebagai seorang musisi yang patut diperhitungkan. Bahkan keberadaannya saat itu mampu menjadi trend setter bagi sejumlah musisi yang berkecimpung dalam jalur musik pop. Hal ini tidak bermaksud berlebihan, kita lihat saja sejumlah lagu yang saat itu muncul seakan meniru gaya dan ciri khas pada music dan lagu yang pernah direkam oleh Gombloh.
                Sukses dengan Gila, Gombloh melanjutkan dengan album berjudul “1/2 Gila” yang dirilis pada tahun 1984. Gayanya yang terkesan apa adanya dengan topi kotak yang kadang bertuliskan “CAT” selalu dipakainya ditambah dengan kacamata yang dirangkai oleh seuntai rantai menempel pada telinganya. Gombloh yang saat itu usianya sudah tidak bisa dibilang muda lagi tampaknya mampu membuat inovasi dan kreasi tersendiri, sehingga dia tidak terkalahkan oleh penyanyi-penyanyi baru yang muncul tiada henti.

                Wajah keriputnya sering kali menghiasi tayangan Aneka Ria Safari yang sesekali ditemani model cantik, diantaranya Titi Qadarsih. Bahkan sempat juga Gombloh muncul sebagai cameo dalam salah satu sekuel film Catatan Si Boy. Gombloh merupakan sebuah legenda yang kemunculannya benar-benar fenomenal. Di mana-mana orang membicarakan Gombloh. Tidak ada orang yang tidak hafal lagu baru yang direkam oleh Gombloh. Tidak ada satu pun yang melewatkan kemunculannya semalam di Aneka Ria Safari. Paginya, pasti membicarakannya dan bahkan menertawakan kelucuan dalam syairnya. Tidak ada satu pun yang tak henti memujinya. Bahkan, bukan orang Surabaya bila tidak mengenal Gombloh.

                Fase kedua Gombloh ini berada di bawah naungan label Nirwana Record yang dulu berada di area jl. Tunjungan dekat pertokoan Siola. Kaset-kasetnya selalu ditunggu oleh penggemarnya. Keberpihakannya pada rakyat kecil pinggiran dan terabaikan membuat namanya harum di kalangan penggemarnya. Penyajian lagu-lagu cinta yang dibuatnya tidak membuat pendengarnya mengharu biru macam lagu-lagu era ‘80an. Bahkan putus cinta pun tidak perlu ditangisinya secara cengeng, malah ditertawakannya dalam lirik lagu “Kugadaikan Cintaku”. 

                Tanpa bermaksud kedaerahan, seakan Surabaya adalah milik Gombloh. Demikian juga sebaliknya, Gombloh adalah milik kota Surabaya. Namun cintanya pada tanah air membuat penggemar musik menjadi yakin bahwa dia juga milik bangsa Indonesia. Betapa tidak, karyanya Kebyar-Kebyar saat ini sudah seperti menjadi lagu kebangsaan kedua setelah Indonesia Raya. Siapa orang yang tidak terbakar rasa nasionalismenya ketika mendengarkan lagu itu. Titik air mata tak terasa akan keluar manakala mendendangkan lagu yang sempat direkam ulang pada tahun 80an itu.

                Belum terlambat ketika melalui tulisan ini  kami harus menyampaikan “Selamat ulang tahun cak Gombloh…”. Beliau lahir pada 14 Juli 1948 dan besar di sebuah kampung yang bernama Kebangsren. Walaupun kini engkau telah tiada, karyamu akan tetap abadi di hati kami semua. Dalam sebuah perbincangan dengan seorang teman yang juga penggiat seni, sempat terlontar kami berucap seandainya saja gedung kesenian kota Surabaya yang dibangun di atas lahan eks bioskop Mitra diberi nama “Gedung Kesenian Gombloh”. Namanya layak diabadikan, karena sejatinya dia juga pantas disebut sebagai pahlawan.

(Okky T. Rahardjo, penggemar Gombloh dari kota Surabaya-085645705091)
                                                                                                                                                          

Tidak ada komentar:

Posting Komentar