Kamis, 20 Januari 2011

Nomo Koeswoyo, hatinya lebih lembut dari sutera








Apa yang ada di benak kita ketika mendengar nama Nomo Koeswoyo ? Apakah tentang Koes Bersaudara, No Koes, atau Chicha ? Apapun yang kita ingat tentang beliau rasanya tidak berlebihan bila kita menempatkan Nomo Koeswoyo sebagai salah seorang emas industri musik Indonesia. Peran serta beliau tidak kecil dalam memajukan dunia musik pop Indonesia.

Tangan dingin Nomo Koeswoyo mampu melahirkan banyak musisi yang berikutnya menjadi populer. Tersebutlah nama Kembar Group, Franky Sahilatua, Usman Bersaudara, Doel Kamdi, Dedelan Group, Enny Haryono, bahkan Rhoma Irama. Mungkin Nomo tidak secara langsung membuat mereka terkenal, namun atas kesempatan yang beliau berikan mereka semua bisa dengan mulus melaju di belantika musik Indonesia. Sampai saat ini pun beliau masih tidak berhenti untuk menjadi orang di balik layar pada beberapa musisi era sekarang.

Suatu kali di rumah beliau yang terletak di kota Magelang, seorang pengamen datang sambil memainkan gitar menyanyikan lagu-lagu Jawa. Nomo Koeswoyo memanggil pengamen itu dan mengajaknya duduk sambil diberi minum. Pengamen itu mengaku kalau dia lelah berjalan keliling dari rumah ke rumah, bahkan sejak pagi dia belum makan. Nomo dengan tekun mendengarkan berbagai keluhan dari pengamen yang baru dikenalnya beberapa menit sebelumnya itu. Singkat cerita, atas berbagai dorongan dan dukungan seorang Nomo Koeswoyo pengamen tersebut akhirnya sukses masuk ke dapur rekaman untuk mempopulerkan lagu-lagu campur sari. Hari ini pengamen itu dikenal dengan nama Sonny Joss.

Itulah Nomo Koeswoyo. Sosok yang pada dasawarsa 1970an dikenal sebagai pribadi yang penuh kontroversi, sensasi dan tanpa basa-basi. Siapa produser rekaman yang tidak takut dengan berbagai “ provokasi “ yang beliau tebar melalui berbagai media cetak. Namun semua itu sebenarnya tidak lebih dari upaya seorang Nomo Koeswoyo untuk mempertahankan eksistensi diri. Tidak ada yang salah, walaupun mungkin juga tidak bisa dibenarkan sepenuhnya.

Dalam suatu perjumpaan pribadi pertengahan tahun lalu, Nomo Koeswoyo yang rambutnya kini ‘ditumbuhi perak’ berkata “ Saya memang kelihatannya keras, tapi hati saya sebenarnya lembut. Bahkan lebih lembut dari sutera…” Mungkin sebagian orang yang mengalami masa-masa hilir mudik beliau di belantika musik Indonesia tidak akan percaya dengan pernyataan tadi. Yang diketahui ya Nomo Koeswoyo itu orangnya keras dan bahkan cenderung preman ( crossboy). Tapi begitu banyak orang-orang yang lemah dan tak berdaya mengalami pertolongan beliau. Mereka ini yang berani mengalami kelembutan hati seorang Nomo Koeswoyo.

Suatu kali ada seorang yang menuntun sepeda motor melintasi depan rumahnya yang terletak di jalan raya kota Magelang. Saat itu hampir jam sepuluh malam. Orang itu terlihat kelelahan dan pasrah duduk di tepi jalan. Nomo Koeswoyo lantas menyuruh sopirnya untuk menyuruh orang itu masuk. Ternyata diketahui dia sedang kehabisan bensin dan kesulitan mencari penjual bensin. Perlu diketahui, di kota seperti Magelang jam sembilan malam kehidupan sudah mulai mundur, sehingga mencari penjual bensin pun adalah sebuah kesulitan tersendiri. Tanpa banyak waktu, Nomo menyuruh si sopir untuk mencarikan bensin bagi orang ini. Sementara penuntun sepeda motor ini dijamu oleh tuan rumah untuk makan malam sekedar memulihkan tenaga.

Saat Nomo Koeswoyo meninggalkan perusahaan rekaman Yukawi pun banyak orang yang merasa kehilangan. Salah satunya adalah tukang sapu yang biasa membukakan pintu bila boss Nomo datang. Nomo dikenal sangat perhatian pada ‘orang-orang kecil’ yang sering kali dilupakan oleh artis-artis yang rekaman di Yukawi. Memang mereka sudah mendapatkan gaji setiap bulannya, namun Nomo Koeswoyo sering kali memberikan bonus lebih sebagai ungkapan terima kasih beliau.

Banyak orang dan media memiliki anggapan bahwa Nomo dan Tonny Koeswoyo bermusuhan. Sama sekali salah ! Nomo merasa bahwa tanpa rekomendasi Tonny dia tidak mungkin bisa menangani Yukawi. Bahkan saat Tonny Koeswoyo dalam keadaan sakit parah, beliau juga yang menanggung sebagian besar biayanya. Walaupun bagi Nomo, Tonny Koeswoyo adalah Hittler tapi dia juga adalah seorang pahlawan yang sangat besar jasanya.

Sampai hari ini yang kita ingat dari Nomo melalui karyanya adalah seorang yang bersuara tegas dan mantap, mendendangkan lagu Rindu yang diaransemen dengan baik oleh Pompy. Sebuah lagu yang fenomenal yaitu Layar Tancap juga membuat ingatan kita segera tertambat pada beliau. Anak-anak kecil hanya mengenal lagu Helly tapi tak banyak yang tahu bahwa Nomo Koeswoyo adalah penciptanya.

Salah satu perubahan revolusioner yang dilakukannya menurut saya adalah ide nya yang melampaui batas dengan memberi teks lagu pada setiap kaset yang diedarkan oleh Yukawi. Hal ini berlanjut pada saat beliau bergabung dengan Koes Bersaudara edisi kedua. Saat itu Remaco tidak pernah memberi teks lagu pada kaset yang diproduksi, bahkan pada album Koes Plus sekalipun. Tapi saat Nomo masuk dalam formasi Koes Bersaudara, Remaco harus membuat tradisi baru dengan memberikan teks lagu. Hal ini dapat kita lihat pada album : Kembali, Semua Sama, Pop Jawa “Bunder-Bunder “ dan Pop Keroncong “Baju Merah “.

Kerinduan terbesar di hatinya saat ini adalah dapat bernyanyi lagi bersama adik-adiknya. Bahkan kalau perlu membangun lagi kompleks Koes Bersaudara di rumahnya yang memiliki tanah yang sangat luas di kota kecil Magelang.

Hari ini ketika usia beliau sudah memasuki angka tujuh puluh tiga, apakah yang kita kenang dari seorang Nomo Koeswoyo ?

“ Bilakah kau kembali, bernyanyi bersama lagi ….. “












































Tidak ada komentar:

Posting Komentar