Kamis, 08 Juli 2010

Sekilas Berjumpa Dengan Nomo Koeswoyo

   Setelah hari Senin saya berkunjung ke Solo untuk berjumpa dengan Edy Kuncoro, kolektor dan pengurus senior KPFS Solo, hari Selasa saya meluncur ke Yogyakarta dengan menggunakan Kereta Prameks ( Prambanan Ekspress ). Kali ini saya melanjutkan perjalanan menuju Yogyakarta yang biasanya disebut sebagai Kota Gudeg atau Kota Pelajar, namun sekitar tiga tahun belakangan ini juga dikenal sebagai Kota Koes Plus. Setiba di Yogyakarta, dengan menggunakan becak saya berangkat menuju posko JKPC yang terletak di jl. Ibu Ruswo 25. sekeliling kanan kiri kota Yogya, banyak spanduk dan banner yang bertuliskan ucapan selamat atas terselenggaranya Muktamar Yogyakarta, terpasang di halaman depan toko-toko.
     Setiba di Posko, saya disambut oleh mas Wowo Nugroho, pengurus JKPC. Setelah beristirahat sejenak, tidak lama hadir mas Noor Wahyu dan mas Paul, personel Cut Bray band. Sore itu kami berangkat menuju Magelang, berkunjung ke kediaman Nomo Koeswoyo, personel Koes Bersaudara. setelah sekitar 1,5 jam perjalanan sampailah kami di rumah beliau yang terletak di jl. Raya Soekarno-Hatta, dekat terminal bis Magelang. Selama beberapa lama kami berbincang dengan penuh keakraban.
 Berikut ini merupakan gambaran komunikasi saya bersama dengan beliau. 
     Nomo Koeswoyo adalah seorang personel Koes Bersaudara yang memiliki perangai sedikit berbeda dari personel yang lain. Keras dan bahkan cenderung kasar. Gaya bicaranya meledak-ledak dan penuh ambisi, bila diibaratkan dalam bahasa sekarang, beliau ini seperti preman. Namun sisi lain diakui oleh beliau bahwa hatinya itu lebih lembut dari pada sutera. Sifatnya yang keras itu merupakan sisi lain dari dirinya supaya tidak mudah diremehkan dan direndahkan oleh orang lain. Tidak ada satu pun yang bisa membendung kalau dia sudah punya keinginan. Seorang yang “bloko suto” atau blak-blakan, terbuka pada siapa saja dan dalam kondisi apa pun tidak mudah mutung atau menyerah. 
    Dalam mengisi hari tuanya, Nomo tidak memanjakan diri untuk beristirahat sebagaimana umumnya orang-orang yang seusia dengan dia. Pada usia yang semakin senja itu Nomo makin menikmati hidupnya dengan melakukan banyak aktivitas yang menyibukkan dirinya. Ada dua hal yang bisa dilukiskan sebagai gambaran aktivitas beliau saat ini. Berkarya dan bekerja, itu adalah yang beliau lakukan di saat ini dalam mengisi aktivitas hidupnya yang penuh dengan warna.
     Karya lagu selalu beliau hasilkan di sela-sela waktu luang di rumahnya yang luas dan asri itu. Beberapa lagu baru siap diluncurkan dalam waktu dekat ini dalam bentuk dua album format audio cd. Dua album tersebut terdiri atas lagu berbahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Saat mengunjungi beliau, penulis mendapatkan kesempatan untuk mendengarkan hasil karya beliau yang terbaru. Namun karena belum beredar tentu saja tidak boleh untuk “disadap”. Lagu yang beliau ciptakan dalam bahasa Indonesia antara lain : Tegur Sapa, Jas Merah, Cinta Tanah Air dan Nusantaraku. Untuk lagu Nusantaraku sebagian besar penggemar Koes Bersaudara dan Koes Plus di Yogyakarta sudah tidak asing lagi karena sering dibawakan oleh Pro Plus, band pelestari yang sering membawakan lagu-lagu No Koes dan beberapa kali mengiringi beliau ketika tampil bernyanyi.
    Lagu-lagu berbahasa Jawa yang beliau nyanyikan antara lain Kembang Bakung, Sego Kucing, Katresnanku dan Udan Grimis-Grimis. Sebagian besar lagu beliau ciptakan sendiri, namun ada juga lagu karya Gusmanto dan ada juga lagu karya mereka berdua. Gusmanto adalah mantan personel Dedelan Grup, band yang pernah menghasilkan rekaman sebanyak 4 ( empat ) album pada sekitar tahun 1976. Album-album Dedelan juga merupakan hasil orbitan beliau. Semua album ini terdapat side B musisi lain. Diantaranya terdapat di albumnya Nobo, Kembar Grup ( Dina ), dan No Koes ( Kampret ). Salah satu lagu yang populer yaitu lagu berbahasa Jawa yang berjudul Aduh Dewi. Lagu tersebut terasa manis sekali harmonisasinya. 
Nomo Koeswoyo dalam kesehariannya banyak dibantu oleh Gusmanto atau yang biasa dipanggil Manto. Mereka berdua mengerjakan lagu-lagu dengan menggunakan keyboard produksi Yamaha secara elektone. Tidak hanya lagu-lagu baru, mereka juga mengaransemen ulang lagu-lagu lama karya Nomo Koeswoyo antara lain : Mpek Emplek Ketepu ( Semprul ), Rebut Cukup, Laki-Laki, Rindu dan Layar Tancap. Selain itu lagu-lagu Koes Bersaudara dan Koes Plus juga dikerjakan oleh Manto dengan keahliannya memainkan keyboard.
    Selain menghasilkan karya, Nomo juga tetap bekerja untuk mendapatkan penghasilan. Penghasilan yang dimaksud bukan sekedar untuk mencukupi kebutuhan hidup, namun untuk membiayai pembuatan karya yang beliau hasilkan. Hal ini beliau lakukan dengan baik sehingga tidak ada maksud untuk menggantungkan hidup dari hasil penjualan album cd. Beberapa usaha beliau lakukan termasuk penjualan ruko di Magelang. Menempati rumah yang terletak di jalan strategis kota Magelang, dekat terminal dan karoseri mobil terkenal “ Armada”, banyak orang yang sudah mengenal dan siap menunjukkan lokasi kediaman beliau. Terdapat tanah dengan luas berhektar-hektar yang menjadi aset beliau saat ini, hari tua terasa nyaman dan menyenangkan. 
    Dalam kesempatan bincang berdua itu, Nomo sempat membagikan beberapa kisah pengalaman hidup yang seakan menjadi lembaran yang bisa dijadikan teladan oleh generasi berikutnya. Beliau berkisah bahwa dari antara saudara-saudara yang lain hanya beliau ini yang sempat merantau ke beberapoa kota untuk mencari kerja. Hal itu dilakoni mulai dari Surabaya sampai ke Belawan. Pekerjaan kasar pun dilakukan demi mencari kehidupan yang lebih baik, diantaranya sebagai tukang sapu, bersih-bersih rumah juragan genteng di Surabaya sampai buruh kasar di luar pulau. Tapi hal itu justru memompa kuat semangat beliau untuk menjadi seorang yang berkepribadian tangguh hingga saat ini. Bahkan beliau berkata dia adalah satu-satunya anak Koeswoyo yang pernah dipukul sampai pingsan oleh ayahnya. 
Mengenai karir musik, Nomo menyatakan bahwa hanya beliau yang mau dan berani menampung orang-orang berbakat tapi terpinggirkan di masa itu. Beliau adalah orang di balik suksesnya Usman Bersaudara, Kembar Grup, Franki Sahilatua, Enny Haryono dan Oma Irama ( yang populer dengan lagu Begadang ). Saat itu beliau berani berkata bahwa tidak ada produser rekaman yang berani menolak tawaran beliau. Tapi hari ini kita bisa melihat bahwa artis-artis yang beliau orbitkan pernah begitu tenar dan populer paling tidak pada masa itu.
     Sedikit kisah tentang peran beliau di Koes Bersaudara yang tidak bisa dianggap remeh. Walaupun berpendirian keras, namun beliau sangat ingin sekali bisa bersatu dengan saudara-saudara yang lain. Selain memang sebenarnya beliau ini punya hati yang sangat mau membantu keluarga sendiri. Bahkan mungkin lebih dari apa yang orang lain pikirkan tentang beliau. Lagu Kembali yang populer pada 1977, diakui merupakan karya beliau. Namun ketika di dalam sampul album tertulis karya Tonny Koeswoyo, Nomo tidak mempermasalahkan. Toh yang ditulis juga nama saudaranya sendiri. Ketika Tonny Koeswoyo sedang menderita sakit parah, Nomo juga yang bersedia membiayai pengobatan beliau. Bahkan bila perlu sampai ke Singapura. Hal ini dimaksudkan karena ketika di bandara Changi, Nomo bertemu dengan musisi Idris Sardi yang juga menderita sakit yang serupa dengan yang diderita Tonny Koeswoyo. Idris Sardi, pemain biola itu bisa sembuh ketika berobat di Singapura. Tapi Tonny Koeswoyo menolak tawaran beliau. Sampai akhirnya dirawat di RS Setia Mitra, Jakarta itu juga atas bantuan Nomo Koeswoyo, adik yang dikasihi oleh Tonny. 
     Nomo Koeswoyo memang tidak suka dengan sifat keras Tonny. Bahkan begitu kesal ketika diberi pilihan yang membuat beliau harus meninggalkan Koes Bersaudara. Setiap malam Koes Bersaudara memang manggung di banyak tempat hiburan, tapi kondisi Nomo yang sudah berkeluarga tidak memungkinkan harus menggantungkan hidup dari bermusik. Saat itu Tonny Koeswoyo masih belum menikah, sehingga masih belum banyak tanggungan hidup. Nomo suatu kali berkata pada Tonny untuk bisa mengatur jadwal latihan musik dengan pas, maksudnya supaya beliau bisa mengikuti dengan baik. Tidak seperti saat itu yang latihannya seperti tidak mengenal waktu, mulai pagi sampai seharian penuh. Tapi ketika akhirnya Tonny harus menawarkan dengan pilihan sulit, Nomo jadi tidak punya kata lain. Nomo jengkel ketika Tonny dengan menghadap tembok berkata “ pilih, kerja apa musik ? “. Kejengkelan itu dibalas dengan menjawab sambil menghadap tembok pula “ Kerja…!!! “. Akhirnya beliau harus keluar dari Koes Bersaudara dengan perasaan yang sedih. Tonny Koeswoyo dianggapnya seorang yang keras, berkepala batu dan bahkan seperti Hitler. Walaupun begitu, tidak ada perasaan benci pada Tonny Koeswoyo. Karena beliau merasa bahwa yang membesarkan beliau hingga menjadi dikenal banyak orang ya Tonny Koeswoyo ini.
    Nomo Koeswoyo yang kontroversi namun sampai saat ini masih peduli pada keluarga dan bangsa. Kepedulian pada keluarga diwujudkan dengan kerinduan membentuk Koeswoyo Center di rumahnya. Peduli pada bangsa dilakukan dengan membuat karya yang bersifat kritik sosial yang beliau sebut dengan memberi pencerahan. Gaya bicara yang meledak, emosional dan kadang mengumpat sambil memukul pelan perut lawan bicara. Tapi itu adalah tanda khas keakraban dari seorang Nomo. 
    Demikian yang dapat saya sampaikan dari hasil perjumpaan dengan Nomo Koeswoyo, personel Koes Bersaudara, seorang legenda hidup yang menyepi di Magelang, Jawa Tengah. Bila ada kata dan kalimat yang kurang berkenan, saya mohon maaf. Terima kasih. Merdeka…!!!


Keterngan gambar :

1. Nomo K. Saat bernyanyi di TVRI Yogyakarta

2. Nomo K. saat foto dengan penggemar asal Surabaya

3. Nomo K. didampingi Noor Wahyu, penggemar asal Yogyakarta

4. Teks lagu Tegur Sapa karya terbaru Nomo K.

5. Keyboard milik Nomo K.




1 komentar: