Minggu, 22 November 2009

Mengurai Kenangan Bersama Murry Koes Plus



Gambar di sebelah ini menunjukkan bagian dari masa kecil pak Murry. Gambar rumah yang terdapat pintu dan jendela terbuka di samping ini adalah sebuah rumah di jl. Genteng Butulan no 19 sedangkan lokasi kediaman keluarga pak Murry masa lalu adalah tepat persis di sebelahnya yang dalam gambar terdapat berbagai pot berisi tanaman. Sangat sulit bagi kami untuk menggambarkan rumah masa lalu keluarga pak Murry yang saat ini sudah tidak berbentuk bangunan lagi. Apabila kami menampilkan hanya bagian tanah yang berisikan tanaman saja rasanya sangat sulit untuk dipercaya. Akhirnya muncul ide untuk memotret bangunan rumah di sampingnya sekalian.
Bangunan rumah no 19 yang ada pada gambar di atas masih merupakan bangunan yang sesuai dengan bentuk aslinya. Sehingga bila pak Murry berkesempatan untuk menengok blog dan membaca artikel ini, mudah-mudahan timbul kenangan tersendiri. Atau kira-kira masih ingat apa tidak ya beliau dengan penghuni rumah yang notabene adalah tetangga masa kecil beliau ini. Dengan adanya gambar bangunan rumah di sebelah ini paling tidak ada bukti yang sah tentang catatan sejarah yang kami buat di tulisan ini.
Rumah masa kecil keluarga pak Murry saat ini sudah menjadi tanah yang kosong. Rumah beliau hancur dengan sendirinya oleh karena dimakan usia. Hal itu disebabkan karena memang rumah itu tidak berpenghuni lagi sejak keluarga ini pindah ke Jakarta. Wan, sahabat beliau yang dipercaya mengurus rumah saat itu memberi kabar kalau lebih baik tanahnya dijual saja karena memang bangunannya sudah tidak layak untuk ditempati. Akhirnya saat ini rumah tersebut dibeli oleh tetangga depan rumah yang bernomor rumah 38, Wan sendiri adalah sahabat pak Murry masa kecil sampai remaja yang juga merupakan tetangga beliau dan tinggal di rumah nomor 18.
Gambar di samping adalah Pak Wan, tetangga dan sahabat pak Murry kala di Surabaya. dalam suatu kesempatan kami mengajak beliau bincang-bincang dalam siaran radio acara Koes Plus Mania. Pada kesempatan itu beliau bercerita pada kami kalau pak Murry ke Surabaya selalu minta ditemani oleh dia. Malahan kalau pak Murry berbelanja, pak Wan ini bertindak sebagai bendahara dengan tugas memegang uang kembalian hasil belanja. Setiap kali menerima uang kembalian dari penjual dan diberikan ke pak Murry, selalu ditolak. Alasan pak Murry, nanti dibuat beli lagi. Namun setiap kali belanja lagi, pak Murry selalu mengambil uang yang baru lagi. Pada akhirnya kumpulan uang kembalian tadi diberikan buat pak Wan, karena mereka pergi sering dari pagi sampai malam maka uang kembalian yang terkumpul bisa mencapai Rp. 600.000,-...!!! Kami yang mendengar sangat terkejut dan berkata " Wah uang kembalian aja bisa segitu ya mau dong kalau gitu jadi pengantar belanja pak Murry, hehehehe..".
Setiap kali Koes Plus show ke Surabaya di situ pula pak Wan sering datang untuk menemui pak Murry. Ketika masa kejayaan Koes Plus tahun 1970an manggung di Gelora Pantjasila Surabaya, pak Wan bersama pemuda kampungnya pula yang sering dipercaya untuk menangani penjualan tiket. Tentu ini bukan sebagai bentuk monopoli atau istilah sekarang kolusi, namun tak lebih sebagai perhatian pak Murry untuk memberi pekerjaan pada warga kampung yang kurang beruntung. Walaupun tidak bisa berlebihan, tampaknya dengan cara itu pak Murry memberikan apresiasi terhadap kampung halaman yang membesarkan dirinya.
Ketika Koes Plus sudah tanpa Tonny Koeswoyo pun pak Wan sering diminta datang oleh pak Murry. Bahkan ketika usai manggung, pak Wan ini tidak boleh pulang namun diminta menemani pak Murry ngobrol di kamar hotel sampai pagi. Mereka berbincang tentang kabar masing-masing dan seringkali juga tentang teman-teman masa kecil mereka. Bahkan juga termasuk hal yang rahasia ( apa itu ? ya.. namanya juga rahasia, ya kami tidak tahu..). Kalau sudah begitu, pagi hari waktu pulang dia dapat titipan sangu dari pak Murry untuk keluarga pak Wan dan teman-teman yang masih ada di kampung itu.
Dalam suatu kesempatan show Koes Plus ke Surabaya, pak Wan ini tidak bisa datang menemui pak Murry, akhirnya marahlah sang drummer ini pada sahabatnya dalam perbincangan yang akrab melalui telepon" Jancuk.. Ono perlu opo se sampe gak iso teko..!!! " .
Ketika kami menemui pak Wan yang sudah hampir lima tahun ini tidak berjumpa dengann pak Murry, kami mencoba untuk menyambungkan mereka berdua dengan hubungan telepon. Kami yang kala menelepon sangat hati-hati dan penuh hormat bila berbicara dengan pak Murry, giliran pak Wan yang berbicara kami sangat kaget sekali kok dengan enak sekali pak Wan berbincang " Wooi Murr...Yo'opo kabarmu ? Jare mari operasi yoo.." Kami yang mendengar kaget sekaligus tertawa sendiri. Ya memang mereka sahabat sih jadi ya sah-sah saja. Kalau kami kan hubungan antara penggemar dengan idola, jadi ya lebih jauh hubungannya.


Gambar yang ini adalah ketika pak Wan bercerita tentang rumah pak Murry dan beliau menceritakan bagaimana mereka berdua menghabiskan masa remaja bersama. Termasuk ketika pak Murry duduk di tangga bermain gitar dan pak Wan yang diminta bernyanyi ( Jadi berarti pak Wan bagus dong vokalnya ? menurut kami, tidak juga sih hehehe.. maaf, pak..). Rumah pak Murry kala itu berada di persimpangan gang menuju jalan Genteng Muhammadiyah yang terdapat SMP tempat beliau menimba ilmu.
Menyenangkan sekali berjumpa dengan seorang sahabat pak Murry yang bisa bercerita banyak tentang beliau. Sehingga kami dengan penuh kebanggaan menjadikan beliau sebagai salah satu "saksi sejarah" terhadap personel band legendaris Koes Plus.
Pak Wan ini juga yang membantu pak Murry menawarkan Piringan Hitam album pertama Koes Plus, Dheg Dheg Plas pada cukong penjual PH di area jalan Tunjungan Surabaya yang saat itu kurang bisa diterima masyarakat pada awalnya. Karena masih saja ditolak, maka pak Wan bersama pak Murry memberikan PH itu pada beberapa teman dan keluarga mereka. Sebagian lagi sisanya dijual oleh pak Wan di BM ( Black Market--pasar gelap ) yang saat ini lokasinya ditempati pusat pertokoan Tunjungan Center ( dulu dikenal dengan nama Siola ).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar